Acehglobal.com – Banda Aceh.
Pelabuhan Bebas Sabang adalah Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) yang berada di Pulau Weh, Sabang Provinsi Aceh, yang didirikan untuk mengembangkan Sabang menjadi pusat perdagangan Internasional dan pariwisata.
Sabang telah ditetapkan sebagai kawasan ini sejak tahun 2000 berdasarkan UU No 37 Tahun 2000, dimana pengelolaannya berada di bawah Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS).
Pelabuhan bebas pertama kali dicetus oleh Belanda pada tahun 1896, dengan potensi pengembangan menjadi pelabuhan internasional. Status pelabuhan bebas sempat ditutup pada tahun 1985, lalu dibuka kembali pada tahun 2000.
Menanggapi misi Gubernur Aceh Muzakir Manaf mencapai kesejahteraan rakyat salah seorang tokoh muda Aceh Rendi Umbara dalam keterangannya Selasa (14/10/2025) mengingat BPKS agar jangan diam, upayakan cita-cita Gubernur Mualem tercapai dalam memajukan Aceh dan mensejahterakan rakyat.
Kepala BPKS harus melobi Menteri Perdagangan RI dan Menteri Keuangan, agar memudahkan proses keluar masuk barang dari Henan-Tiongkok Ke Indonesia melalui Pelabuhan Bebas sabang dan sebaliknya.
Posisi geografis Aceh yang strategis berada di jalur utama pelayaran internasional dan pintu masuk barat Indonesia menjadi nilai tambah besar bagi para investor asing.
Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf telah memaparkan berbagai peluang investasi strategis di Aceh di hadapan para investor dari Tiongkok dan negara-negara ASEAN dalam ajang China (Henan)-ASEAN Food and Agricultural Cooperation Development Conference 2025 yang digelar di Zhengzhou.
Aceh merupakan daerah dengan komoditas unggulan ekspor, kelapa, kopi, pala, kakao dan telah menembus pasar global, ini merupakan fondasi utama yang akan menggerakkan ekonomi Aceh berkelanjutan, kata Rendi.
Rendi mengatakan, Dalam forum internasional di Zhengzhou, Mualem, sapaan akrab Gubernur Muzakir Manaf menekankan pentingnya kolaborasi konkret antarnegara dalam memperkuat ketahanan pangan dan investasi berkelanjutan.
Salah satu agenda utama di acara itu adalah penandatanganan Nota Kesepahaman antara Badan Usaha Milik Daerah Aceh yaitu PT Pembangunan Aceh (PEMA) dengan perusahaan teknologi asal Henan, Zhongke Holdings Green Technology Co., Ltd.
Kemitraan ini menawarkan gerbang strategis menuju pasar Indonesia dan ASEAN yang lebih luas bagi para mitra dari Tiongkok. Hubungan Aceh dan Tiongkok adalah sejarah panjang yang terjalin melalui perdagangan dan dakwah Islam, kata Rendi.
Rendi menambahkan, Kerajaan Aceh menjalin hubungan dagang dengan Tiongkok sejak abad ke-15, bahkan pernah menerima hadiah lonceng raksasa dari Laksamana Cheng Ho.
Saat ini difokuskan bisnis pada pembangunan kawasan industri unggas dan telur canggih berteknologi tinggi serta ramah lingkungan di Aceh.
Proyek ini disebut sebagai langkah nyata Pemerintah Aceh untuk memperkuat kemandirian pangan sekaligus membuka lapangan kerja baru di sektor pertanian modern.
Selain sektor agribisnis, Mualem juga memanfaatkan forum tersebut untuk memperkenalkan potensi sumber daya alam Aceh yang melimpah seperti emas, tembaga, besi, dan batu bara, serta peluang investasi di industri minyak dan gas bumi yang telah menjadi salah satu pilar ekonomi utama Aceh.
Harapan masyarakat Aceh agar Presiden memberi dukungan penuh terhadap kemajuan Aceh, terlepas dari tingginya pengangguran dan Kemiskinan, ujar Rendi.(**)