Acehglobal.com – Banda Aceh. Selama lebih dari dua tahun terakhir, tata kelola Pemerintahan di Aceh, baik di tingkat Provinsi maupun Kota/Kabupaten, mengalami stagnasi dan berbagai masalah.
Hal ini terjadi setelah berakhirnya Pemerintahan definitif pada tahun 2022 dan penunjukan Penjabat (Pj) Gubernur, Wali kota dan Bupati oleh Pemerintah pusat.
Kekosongan sejumlah posisi strategis seperti, kepala Dinas, eselon 3 dan eselon 4 yang hanya diisi oleh Pelaksana Tugas (Plt) sehingga mengakibatkan lambatnya pelaksanaan program pembangunan yang telah direncanakan.
Menurut Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial Dr Usman Lamreung, M. Si dalam keterangannya Senin (13/1/2024) dimana Pergantian Pj yang terus terjadi semakin memperburuk tata kelola pemerintahan, diikuti dengan seringnya rotasi kepala dinas.
Politisasi birokrasi menjadi semakin masif, memicu persaingan tidak sehat, dengan dominasi lulusan SPDN yang sulit dibatasi.
Penunjukan pejabat sering kali lebih didasarkan pada lobi dan jaringan daripada kompetensi, sehingga banyak pejabat tidak mampu menyelesaikan persoalan yang ada.
Kondisi ini mengundang kritik dari publik karena lemahnya pengelolaan Pemerintahan, kata Usman Lamreung.
Kemandekan tata kelola birokrasi selama dua tahun terakhir tentu akan berdampak pada Pemerintahan baru hasil Pilkada.
Oleh karena itu, Pemerintahan baru harus segera memetakan dan mengidentifikasi masalah krusial di birokrasi sejak awal masa jabatan.
Pemerintah baru harus memiliki strategi kebijakan yang tepat untuk menyelesaikan berbagai persoalan birokrasi yang sudah lama berlangsung, ujar Usman Lamreung. (**)