Acehglobal.com – Banda Aceh.
Pengadilan Tinggi Banda Aceh membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong Bener Meriah atas perkara perdata dengan perkara No.17/Pdt.G/2022/PN-Str, Tanggal 03 Juli 2022 dengan Putusan Nomor 88/PDT/2023/PT BNA yang dibacakan pada Rabu (20/9/2023).
Perkara perdata tingkat banding itu disidangkan oleh Hakim Tinggi H. Nursyam, SH, MHum sebagai Ketua Majelis dan didampingi oleh Hakim Tinggi Pandu Budiono, SH, MH dan Hakim Tinggi H Zulkifli, SH, MH masing-masing sebagai Hakim Anggota serta Panitera Pengganti Mahdi, SH.
Hakim Humas Pengadilan Tinggi Banda Aceh Dr H Taqwaddin mengutip isi putusan yang diputuskan Majelis Hakim menyampaikan atas pertimbangan hukum dari Majelis Hakim Banding yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong yang mengadili sendiri perkara ini.
Pertimbangan tersebut menyatakan bahwa, status hak garap atas tanah bukanlah hak yang bersifat permanen, akan tetapi hak garap atas tanah tersebut bersifat sementara dan akan hilang (kembali menjadi tanah negera).
Apabila tanah tersebut tidak digarap lagi dan apabila kemudian di garap oleh orang lain secara terus menerus dan selanjutnya didaftarkan menjadi hak milik atau hak lainnya yang bersifat permanen sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, maka hak atas tanah tersebut sah beralih kepada penggarap atas pendaftar tanah pertama.
Menimbang, bahwa probationis causa atas tanah adalah adanya sertifikat hak, in casu di atas tanah sengketa telah terbit sertifikat Hak Pakai Nomor 1 Tahun 1988 atas nama Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Aceh yang Berkedudukan di Banda Aceh.
Kemudian di atas tanah sengketa tersebut dibangun Gedung Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Reronga dan kemudian berubah nama menjadi SD Negeri 3 Reronga, sehingga dalil tanah sengketa milik Pembanding I semula Tergugat I, IV dan V telah didukung dengan bukti otentik yang kuat dan sempurna, kata Taqwaddin.
Proses pengalihan dan pendaftaran serta penguasaan atas tanah sengketa oleh Pembanding I semula Tergugat I, IV dan V telah berlangsung cukup lama, sejak Tahun 1988 hingga terbitnya Sertifikat Hak Pakai Nomor 1 tahun 1988, kemudian dibangun dan diselenggarakan proses pendidikan SD Negeri 3 Reronga dilangsungkan secara terbuka dan prosedural.
Namun dalam tenggang waktu tersebut tidak ada sanggahan dari pihak manapun termasuk dari Terbanding semula Penggugat, hal ini menjadi petunjuk bahwa tanah sengketa tidak di garap secara terus menerus dan telah ditelantarkan oleh terbanding semula Penggugat, sehingga karena itu Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa Terbanding semula Penggugat tidak memiliki hak lagi atas tanah sengketa.
Dari putusan ini dapat dipetik bahwa, tanah tidak boleh ditelantarkan, tetapi harus dikuasai atau digarap baik secara “Defacto maupun Dejure”, pungkas Taqwaddin yang juga sebagai Hakim Tinggi Ad Hoc Tipikor Pengadilan Tinggi Banda Aceh. (sya)