Acehglobal.com – Banda Aceh 2/10/2023.
Pengadilan Tinggi Banda Aceh kini telah memeriksa sebanyak 544 perkara banding hingga triwulan ketiga Tahun 2023. Hal itu sebagai upaya hukum.
Hakim Tinggi Humas Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Banda Aceh Dr. Taqwaddin, SH., SE., MS menyampaikan bahwa, “hingga Jumat Tanggal 29 September 2023 PT BNA telah menerima perkara Banding pada triwulan ketiga Tahun 2023 sebanyak 544 perkara atas pelimpahan dari keseluruhan di 22 Pengadilan Negeri di Aceh berdasarkan Data dari SIPP Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP).
Dari 544 perkara yang telah diperiksa diantaranya; 409 Perkara Pidana, 2 Perkara Pidana Anak (yang terdakwanya merupakan Anak), 99 Perkara Perdata dan 34 Perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Taqwaddin merincikan bahwa, 408 Perkara Pidana tersebut memiliki klasifikasi yang beragam, Perkara Kasus Narkotika sebanyak 297 perkara, Pencurian 25 perkara, Penganiayaan 12 perkara, serta Kejahatan Terhadap Nyawa dan Penggelapan sebanyak 8 perkara.
Perkara yang jumlahnya lebih sedikit adalah, klasifikasi Kerusakan Lingkungan, Penipuan, Perlindungan Anak, ITE, Penghinaan dan Laka Lantas serta tindak pidana khusus lainnya masing-masing sebanyak 5 perkara dan KDRT sebanyak 4 perkara.
Tindak Pidana Khusus klasifikasi “lain-lain” itu meliputi, perdagangan yang dilarang, penyalahgunaan pengangkutan bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah, tidak memiliki perizinan berusaha terkait pangan olahan yang diproduksi dalam negeri.
Kemudian disusul dengan kejahatan yang jumlah perkaranya rendah seperti Tindak Pidana Senjata Api/Benda Tajam sebanyak 3 perkara, Pengancaman, Pencemaran nama baik, Tindak Pidana di Bidang Kesehatan serta Penadahan, Penerbitan dan Percetakan masing-masing 2 perkara.
Perkara dengan jumlah paling rendah yaitu, Perbuatan tidak menyenangkan, Penghinaan Terhadap Lambang Negara, Pertambangan Tanpa Izin, Mengedarkan Uang Palsu, Pengeroyokan yang Mengakibatkan Kematian, Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang lain, Penghancuran atau Pengrusakan Barang dan Kejahatan terhadap asal-usul perkawinan masing-masing sebanyak 1 perkara.
Sementara dari 99 perkara perdata, 72 diantaranya merupakan perkara jenis Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad), 15 perkara Wanprestasi, 8 perkara Objek Sengketa Tanah, 1 perkara tentang Penyerobotan, serta 3 perkara perdata lainnya.
Sisa 36 perkara yakni, perkara tindak pidana korupsi, yang mana menurut Taqwaddin sebagai Hakim Ad Hoc Tipikor, bahwa jumlah yang terus naik ini menyaingi besaran perkara korupsi terbanyak yang pernah diterima PT Banda Aceh sejak lima tahun terakhir, yaitu pada tahun 2022 dengan jumlah 38 perkara.
Sehubungan dengan data-data di atas, Dr. Taqwaddin berpendapat, “besaran perkara ini masihlah jumlah sementara dan akan terus bertambah seiring dengan berjalannya sisa tahun 2023 ini, mengingat banyaknya upaya hukum banding yang kami terima dari tahun ke tahun yang bisa mencapai enam ratus perkara.
Maka, perlu saya jelaskan bahwa istilah resmi yang digunakan dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) untuk penyelesaian upaya hukum banding adalah pemeriksaan tingkat banding.
Upaya permintaan banding tersebut dapat diajukan ke pengadilan tinggi baik oleh terdakwa atau oleh penuntut umum. Permintaan banding tersebut diajukan dalam waktu 7 hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir di persidangan, ujar Taqwaddin. (sya)