Ucapan Terima Kasih
Daerah  

KPK Diminta Usut Pembangunan Gedung Kantor PUPR Banda Aceh Yang Diduga Menyalahi Kontruksi.

Dr Usman Lamreung, M.Si: Direktur EDR juga Pengamat Pembangunan, Sosial dan Politik.

Acehglobal.com – Banda Aceh.

Bangunan gedung megah Kantor Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banda Aceh yang pembangunannya sudah dimulai sekitar 15 Tahun lalu yang menelan anggaran milyaran lebih kini terlihat mangkrak.

Bangunan yang menghabiskan dana belasan milyar lebih itu berdiri dalam satu lokasi dengan Kantor Pusat Drainase yang kini digunakan sebagai Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banda Aceh di Jalan Prof Ali Hasyimi Gampong Pango Raya Kecamatan Ulee Kareng Banda Aceh.

Informasi gedung tersebut tidak dilanjutkan lagi pekerjaannya dengan alasan tidak tersedianya anggaran, karena itu harus melalui APBK Banda Aceh tidak boleh dengan Dana Otonomi Khusus (Otsus) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), sementara kalau hanya mengandalkan anggaran murni APBK Banda Aceh tentu tidak cukup.

“Kalau murni dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (APBK) Banda Aceh sudah jelas tidak mencukupi”, kata salah seorang pejabat di Pemko Banda Aceh yang identitasnya dirahasiakan.

Selain itu, anggaran juga tidak tersedia dari sumber lainnya baik Otsus maupun anggaran dari Dana Alokasi Khusus (DAK), katanya.

Mangkraknya gedung yang telah menelan biaya belasan milyar lebih dari keuangan negara itu mendapat tanggapan dari Direktur Emirates Development Research (EDR) yang juga Pengamat Pembangunan, Sosial dan Politik Dr Usman Lamreung, M. Si dimana Usman Lamreung mengatakan, jika gedung tidak dilanjutkan penyelesaian, maka di prediksi akan merugikan negara milyaran rupiah.

Karena itu, ia meminta pihak Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) agar dapat melakukan audit, karena ada dugaan bahwa  bangunan tersebut  dari sejak awal ada kesalahan pada kontruksi.

“Kalau nanti hasil audit terbukti memang ada kesalahan di bagian kontruksi maka harus diproses ke jalur hukum agan pelaksana proyek ini dapat mempertanggung jawabkan pekerjaannya,” tegas Usman Lamreung.

Bangunan megah tiga lantai yang dibangun dengan anggaran besar di Kota Banda Aceh kini hanya menyisakan ironi. Tak hanya terbengkalai dan  pembangunannya juga mangkrak begitu saja, bahkan terkesan sengaja dibiarkan.

“Tidak selesainya pengerjaan gedung ini telah menimbulkan kerugian negara cukup besar hingga belasan miliar rupiah, maka aparat penegak hukum tidak boleh tutup mata,” tegas Usman.

Bangunan yang dibangun untuk kepentingan publik kini  kondisinya sungguh sangat memprihatinkan.

Kondisi ini makin memperkuat desakan publik agar Pemkot Kota Banda Aceh segera mengambil langkah-langkah agar gedung mewah tersebut tidak menjadi tempat sarang hantu.

Kalau memang Pemerintah Kota Banda Aceh tidak memiliki anggaran untuk melanjutkan pembangunannya mungkin bisa bekerjasama dengan pihak ketiga agar gedung tersebut ada manfaat lainnya seperti perhotelan atau Convention Hall tak ubah semacam “BKOW”.

Direktur EDR inipun menyampaikan keprihatinannya terhadap bangunan yang justru jadi beban keuangan daerah.

Usman Lamreung  mendesak Wali Kota Banda Aceh untuk segera bertindak.Ia mengatakan, jika memang rekanan tak sanggup menyelesaikan pekerjaan dan  memfungsikan bangunan itu, maka harus dibawa keranah hukum.

Ia mengingatkan  Pemkot wajib membawa persoalan ini ke jalur hukum agar terang benderang siapa yang harus bertanggung jawab.

“Gedung ini dibangun pakai uang rakyat, Tapi malah jadi sarang hantu. Ini pemborosan dan kelalaian yang tidak bisa dibiarkan,” ujarnya,

“Wali Kota harus tegas. Kalau tidak bisa diselesaikan untuk bisa  dimanfaatkan, serahkan saja ke Aparat Penegak Hukum (APH),” tegas Usman yang juga seorang akademisi.

Alumni Doktor Malang, Jawa Timur ini meminta agar seluruh proyek yang mangkrak di Kota Banda Aceh diaudit secara menyeluruh.

“Jangan hanya duduk diam di kantor, Audit semua dari perencanaan, pelaksanaan, hingga kenapa bangunan ini dibiarkan terbengkalai. Apakah ada kesalahan desain, mark-up, atau memang sejak awal proyek ini tidak matang,” ungkap Usman Lamreung. (**)