Acehglobal.com – JAKARTA.
Para anggota konstituen Dewan Pers meminta agar induk organisasi pers di Indonesia itu membuka draf mengenai Rancangan Peraturan Presiden (Draft Perpres) tentang kerja sama platform global dengan media daring nasional yang dikenal dengan nama Perpres media sustainability.
Hal tersebut mendapat tanggapan dari berbagai pihak, terutama Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Firdaus, dimana SMSI sebagai kontituen Dewan Pers mendukung penuh Draf Perpres media sustainability dibuka secara transparan sebelum diajukan ke lembaga Kepresidenan.
“Jangan sampai ada pihak-pihak media yang dirugikan, baik dari sisi kemerdekaan pers, maupun secara financial bisnis perusahaan media. Jangan karena didesak waktu, lalu melupakan prinsip keadilan ekonomi bisnis media dan kebebasan pers,” kata Firdaus dalam keterangannya di Jakarta Rabu (15/2/2023).
Presiden RI Joko Widodo ketika berpidato di acara Hari Pers Nasional pada 9 Februari lalu di Medan, Sumatera Utara meminta agar draf ini sudah harus selesai dalam waktu sebulan, kata Firdaus.
Tanggapan lain juga datang dari Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Sasmito Madrim meminta Dewan Pers harus terbuka, dalam menyampaikan Draf Peraturan Presiden yang disampaikan ke Sekretariat Negara tersebut kepada publik,” .
Hal itu di sampaikan dalam pertemuan antara konstituen dengan Dewan Pers di Gedung Dewan Pers Selasa (14/2/2022) sebagaimana keterangannya pers Dewan Pers yang diterima kantor pusat Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Selasa malam.
Tuntutan AJI itu juga mendapat dukungan dari Wakil Sekjen Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Dr Suprapto Sastro Atmojo, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Herik Kurniawan yang hadir bersama tim IJTI Wahyu Triyoga, Wakil Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Yono Hartono, Toto Sutarto SH dari Serikat Perusahaan Pers (SPS), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), serta Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut, yang hadir secara daring.
“Jangan sampai kita mengritik Pemerintah untuk selalu melibatkan publik tapi kita justru tidak melaksanakannya,” kata Sasmito.
Dia menjelaskan bahwa, draf Perpres itu sudah dibahas sejak dua tahun lalu bersama para konstituen dengan Dewan Pers selaku koordinator. Namun dalam perjalanannya, draf itu mengalami beberapa perubahan sesuai dengan masukan konstituen.
Terhadap kalangan yang mengklaim sebagai pemilik draf perpres itu, Sasmito menamakannya sebagai Romli (Rombongan Liar), akan hal tersebut AJI siap melakukan somasi atas klaim tersebut.
Menurut Suprapto, PWI juga cukup intens melakukan pembahasan, sampai mengadakan rapat di Bandung. Ini dilakukan demi terciptanya iklim dan ekosistem media yang lebih baik.
Oleh karena itu, kalau ada pihak yang merasa sebagai pemilik draf tersebut, ini dinilai mencederai kebersamaan dan akan berhadapan dengan konstituen Dewan Pers yang selama ini telah memberikan kontribusi dalam penyusunannya.
Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Herik Kurniawan melihat adanya sebuah keanehan apabila draf yang disusun bersama itu diklaim oleh kelompok lain. “Dewan Pers harus terbuka dan bisa menyatukan draf Perpres tersebut, IJTI siap mengawal rancangan perpres media sustainability,” ujar Herik.
Sementara Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut menambahkan, baginya yang penting adalah dalam penyusunannya harus klir (jelas) mengatur mengenai fungsi dari lembaga yang akan menjalankan perpres itu. Lembaga tersebut juga harus bisa mengambil posisi dan hubungannya dengan Dewan Pers.
Manggut juga tak sepakat dengan konsep remunerasi. Ia lebih melihat itu sebagai bagi hasil (sharing revenue) karena ini menunjukkan kinerja media dalam memproduksi konten berkualitas. Manggut menyarankan agar Dewan Pers mengirim surat ke presiden untuk memperjelas soal ini. Intinya kalau Pemerintah menerapkan kebijakan satu pintu, itu akan lebih mudah.
Wakil Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Yono Hartono
menimpali hal itu, bila ada pihak yang bersikap eksklusif dan hanya mementingkan kelompoknya, itu berbahaya. “Gerombolan yang eksklusif hanya mementingkan kelompoknya, itu tidak berkeadilan,Dewan Pers harus menjaga kemandirian dan keadilan,” paparnya.
Harapan sama juga disampaikan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) yang diwakili oleh wakil sekjen
Maulana menyatakan, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, Wakil Ketua Dewan Pers Muhamad Agung Dharmajaya dan anggota Dewan Pers Atmaji Sapto Anggoro, menyatakan setuju atas masukan dari konstituen tersebut. Dewan Pers pada dasarnya adalah mengemban amanat yang diberikan oleh anggota konstituen.
Tanggapan juga datang dari Tenaga ahli bidang hukum Dewan Pers Hendrayana, mengaku sudah menyampaikan legal anotasi dari hasil kajian akademis yang dilaksanakan Dewan Pers. Hasil kajian tersebut menyatakan, perpres itu menjadi bagian dari Undang-Undang Pers No 40/1999 yang diatur dalam pasal 15.
Dalam hal ini, UU Pers menyatakan bahwa tidak ada lembaga lain yang mendapatkan amanah untuk mengatur pers selain Dewan Pers. Dalam pelaksanaan operasionalnya, Dewan Pers selalu melibatkan konstituen.
Kini ada sebelas konstituen Dewan Pers terdiri dari AJI, PWI, SPS, IJTI, SMSI, AMSI, JMSI, PFI (Pewarta Foto Indonesia), ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia), ATVLI, dan PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Indonesia). (**)