Acehglobal.com – Banda Aceh.
Aliansi Akademisi Indonesia yang didukung oleh 1.180 Akademisi yang mewakili 245 perguruan tinggi dan institusi akademisi lainnya menyeru Pemerintah agar hentikan proses pengangkatan Guru Besar yang melanggar etika dan merusak Pendidikan Tinggi di Indonesia.
Para Akademisi ini mempunyai keprihatinan serius terkait maraknya pelanggaran etika dalam pengangkatan guru besar, serta maraknya pejabat dan politisi yang menjadi profesor dengan cara-cara yang melanggar aturan dan etika serta tidak mencerminkan rasa keadilan.
Penggalangan dukungan ini dilakukan selama tiga hari sejak Tanggal 9-11 Juli 2024 yang juga disampaikan kepada pejabat terkait, kata salah seorang Akademi Universitas Abulyatama (Unaya) Aceh Dr Usman Lamreung, M.si di Banda Aceh Minggu (14/7/2024).
Usman mengatakan, keprihatinan ini dilakukan setelah banyaknya kasus dalam pengajuan Guru Besar yang terindikasi melanggar etika akademik secara serius, bahkan dapat diduga melanggar hukum, dimana kasus semacam ini telah terjadi bertahun-tahun.
Sementara itu juga terdapat gejala semakin banyak para pejabat dan politisi yang berminat (dan berhasil) dengan segala cara untuk memperoleh gelar professor.
Hal ini dilakukan tanpa tujuan akademik yang jelas dan tanpa memahami dampak kerusakannya bagi dunia ilmu pengetahuan Indonesia, kata Usman Lamreung.
Masyarakat luas kata Usman Lamreung lagi, bahkan kalangan kampus sendiri belum memahami makna Guru Besar atau Professor, “Guru dan apa tujuannya”.
Guru Besar atau Professor adalah jabatan dan bukan gelar, dimana Tradisi Universitas di seluruh dunia memberi jabatan Guru Besar hanya kepada Dosen yang mengajar di universitas, yang bersifat sementara dan akan berakhir seiring masa tugasnya (alih profesi, pension, wafat dan lainnya).
Persyaratan untuk menjadi seorang guru besar di Indonesia direduksi sedemikian rupa oleh berbagai regulasi, yang intinya semata diletakkan pada persyaratan kuantitatif.
Persyaratan tersebut meliputi pemenuhan sejumlah kum tertentu (minimal 850 SKS), memiliki setidaknya satu artikel jurnal terindeks Scopus sebagai penulis pertama. Tidak dipersoalkan bagaimana cara memperoleh jumlah kum dan artikel jurnal.
Kondisi ini sangat mudah dimanipulasi sebagaimana diberitakan media secara luas yang kejadiannya terus berlangsung sehingga yang diketahui publik hanyalah fenomena puncak gunung es.
Sementara pihak Pemerintah nampak melakukan pembiaran atas terjadinya tindakan tercela ini, bahkan ditenggarai dilakukan oleh oknum di Kementrian yang berkonspirasi dengan oknum di Universitas serta para oknum (calon) Guru Besar itu sendiri, kata Usman.
Oleh karena itu, atas keprihatinan tersebut 1.180 Akademisi dan 245 Perguruan tinggi menyampaikan pernyataan sikap bahwa, Proses pencapaian guru besar dengan cara-cara curang adalah suatu pelanggaran dan merugikan bangsa maka,
Bentuk pembohongan dan telah menciptakan kredensial palsu yang membahayakan sendi-sendi kehidupan universitas dan para ilmuwannya, juga masyarakat luas.
Hal itu merupakan penodaan terhadap kerja keras para dosen yang berintegritas dalam menjalankan profesinya memproduksi ilmu pengetahuan untuk kemaslahatan masyarakat
Hal itu juga penyebab terjadinya “inflasi” atas kualitas guru besar di Indonesia dan pencemaran nama baik universitas dan ilmuwan Indonesia di mata Internasional.
Oleh karena itu, 1.180 universitas dan 245 Perguruan tinggi di Indonesia termasuk Politehnik Aceh yang di Aceh menyerukan para civitas akademika perguruan tinggi tetap memegang teguh integritas dan etika akademik dalam mengupayakan capaian jenjang kepangkatan yang lebih tinggi terutama guru besar.
Pemerintah melalui Kemendikburistek untuk segera mencabut regulasi yang memudahkan seseorang yang tidak berprofesi sebagai pengajar di perguruan tinggi mendapatkan jabatan guru besar.
Pemerintah segera melakukan reformasi manajemen dan proses pengelolaan kenaikan jenjang Dosen, berdasarkan koreksi total atas segala kelemahan sistem yang selama ini dibiarkan.
Pemerintah segera mencabut jabatan profesor mereka (baik pihak luar maupun dalam kampus) yang sudah berhasil mendapatkannya dengan cara-cara curang berdasarkan investigasi yang dapat dipertanggungjawabkan
Pemerintah dan universitas menghukum kelompok atau individu yang memiliki kepentingan dan mendapat keuntungan finansial maupun kekuasaan dari tindakan curang ini, termasuk agen jaringan penerbit jurnal predatory internasional.
Kami menantikan langkah nyata dari Pemerintah melalui Mendikbudristek dalam merespon masalah amat serius dalam dunia pendidikan tinggi ini, yang sekaligus mencederai bangsa Indonesia, ujar Usman yang merupakan Alumni Universitas Malang Jawa Timur ini. (sya)