Acehglobal.com – Banda Aceh.
DPW Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (Alamp Aksi) Provinsi Aceh mendesak Kejaksaan Tinggi Aceh untuk mengusut tuntas penyalahgunaan dana eanmark di Aceh Selatan tahun anggaran 2024 yang mencapai Rp 132,36 Milyar.
Ketua DPW Alamp Aksi Aceh Mahmud Padang dalam rilisnya menjelaskan, dana 2024 itu adalah dana yang dialokasikan untuk tujuan tertentu dan penggunaannya dibatasi hanya untuk tujuan tertentu.
Namun, di Kabupaten Aceh Selatan ratusan milyar dana eanmark tersebut penggunaan tidak sesuai dengan peruntukannya, dan disinyalir dana tersebut dipergunakan untuk kegiatan yang tidak termasuk dalam alokasi yang ditetapkan.
“Pemakaian dana eanmark itu tidak pada tempatnya, dapat dikatakan sebagai bentuk tindakan kewenangan dimana menggunakan jabatan untuk mengarahkan penggunaan dana earmark ke tujuan yang tidak seharusnya,” jelas Mahmud Padang.
Mahmud memaparkan, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI bahwa, dana eanmark Kabupaten Aceh Selatan Tahun anggaran 2024 terpakai untuk kegiatan lain yang tidak pada tempatnya sebesar Rp 132.362.340.202 dengan rincian:
DAK Non Fisik 2023 Rp 1.220.366.271.
DAK Non Fisik Tahun 2024 Rp 11.154.232.228.
DAK Fisik 2024 Rp 35.852.989.435.
Dana Otsus 2024 Rp. 16.653.734.812.
DBH Sawit 2023 Rp.2.653.325.600.
DBH Sawit 2024 Rp 3.550.154.230.
Kemudian Dana Alokasi Umum (DAU) ditentukan yang ditentukan untuk bidang Pendidikan Rp. 21.351.449.009.
DAU dibidang kesehatan Rp 10.596.136.953.
DAU di bidang pekerjaan umum Rp 12.679.681.566.
Selanjutnya Insentif Fiskal 2024 Rp 4.351.492.500.
Bantuan Keuangan Provinsi Rp 172.610.504.
Dana Non kapitasi Rp 10.823.663.335 dan Hibah Rehabilitasi dan Rekontruksi Rp 2.450.284.992,99.
Jadi totalnya Rp 133.510.121.445,99 yang dikurangi dengan sisa Kas di Kasda per 31 Desember 2024 (dikurangi ZIS) sebesar Rp 1.147.781.253,66.
Maka keseluruhan dana eanmark yang terpakai oleh Pemkab Aceh Selatan tahun 2024 mencapai Rp 132.362.340.202,33, jelas Mahmud Padang.
Menurut Mahmud, jika penyalahgunaan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara, dapat dikenakan sanksi pidana sesuai UU Tipikor.
“Hal itu dapat dianggap sebagai tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang menegaskan sanksi pidana bagi penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara, termasuk penyalahgunaan dana earmark,”jelasnya.
Selain sanksi pidana, pelaku penyalahgunaan dana earmark juga dapat dikenakan sanksi administratif, seperti pemberhentian dari jabatan, jelasnya lagi.
“Untuk itu kita mendesak Kejati Aceh agar persoalan penyalahgunaan dana eanmark Kabupaten Aceh Selatan tahun anggaran 2024 untuk dapat diusut tuntas, sehingga menjadi terang benderang di mata publik,” tegasnya.
Alamp Aksi juga menyoroti soal hutang Pemkab Aceh Selatan yang kini begitu membengkak. Jika dilihat dari laporan hasil pemerikasaan (LHP) BPK RI, berdasarkan laporan hasil review (LHR) utang oleh inspektorat dan hasil pemeriksaan ditemukan bahwa utang belanja Pemkab Aceh Selatan tahun anggaran 2024 sebesar Rp 184.214.570.873,99.
Sementara dana eanmark terpakai pada tahun anggaran 2024 mencapai Rp 132.362.340.202,33, Sehingga disimpulkan bahwa pada tahun anggaran 2024 Pemkab Aceh Selatan mengalami kekurangan kemampuan keuangan sebesar Rp. 267.364.205.368,01.
Kondisi ini tentunya tidak wajar dan perlu diperiksa lebih lanjut oleh aparat penegak hukum, kenapa bisa menimbulkan utang yang begitu fantastis.
Dan patut disinyalir ada permainan dalam tata kelola keuangan daerah yang dilakukan secara ugal-ugalan, sehingga begitu membebani daerah pada tahun anggaran 2025,” tutupnya.(**)