Acehglobal.com – Banda Aceh.
Sebanyak 18 anggota Majelis Adat Aceh (MAA) Provinsi Aceh mengajukan mosi tidak percaya terhadap Ketua Kolektif Kolegial Yusdedi dan Syeh Marhaban. Pernyataan mosi tak percaya ini akibat Ketua Kolektif Kolegial Yusdedi tidak melaksanakan Musyawarah untuk Pengusulan Ketua dan Pengurus MAA Pergantian Antar Waktu masa bakti 2021–2026.
Padahal, Gubernur Aceh H Muzakir Manaf telah memerintahkan Ketua Kolektif Kolegial Yusdedi untuk melaksanakan Musyawarah Pengusulan Ketua dan Pengurus MAA Pergantian Antar Waktu Periode 2021-2026, tapi itu diabaikan oleh Kolektif Kolegial Yusdedi.
Surat Gubernur Aceh H Muzakir Manaf Nomor 800.1.1.51/5122 tertanggal 6 Mei 2025 yang bersifat perintah untuk segera melaksanakan Musyawarah Pengusulan Ketua dan Pengurus definitif masa bakti 2012-2026, tapi yang bersangkutan tidak mengindahkan, Berarti surat tersebut tidak ada artinya di mata Ketua kolektif kolegial Yusdedi.
Surat mosi tidak percaya itu disampaikan kepada Gubernur Muzakir Manaf dan Sekretaris Daerah (Sekda) Muhammad Nasir pada Selasa sore 17 Juni 2025, tembusannya juga disampaikan ke Wali Nanggroe Paduka Yang Mulia Teungku Malik Mahmud Alhaytar, Ketua Dewan perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Rakyat (Biro Isra), serta Biro Hukum Setda Aceh.
Ada 18 anggota MAA ikut menandatangani surat mosi tidak percaya itu diantaranya, Ketua Pemangku Adat Teungku Abdul Hadi Zakari, Sekretaris Pemangku Adat Miftachuddin Cut Adek, Ketua Komisi Pembangunan Adat Prof Yusri Yusuf selaku Angota Komisi Pembangunan Adat Abdur Rahman, Ketua Komisi Islah/Damai Bahadur Satri, Sekretaris Komisi Islah/Damai Baharuddin AR, Ketua Komisi Ekonomi Adat Saidinur Yusuf dan anggota Komisi Ekonomi Adat Azhari Bahrul.
Kemudian, anggota Komisi Pemberdayaan Keluarga Perempuan dan Anak Dr Nasruddin, Kepala Bidang Hukum Adat Syaiba Ibrahim, anggota Bidang Hukum Adat Jamhuri, Kepala Bidang Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Adat Dr Bustami Abubakar.
Selanjutnya, anggota Bidang Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Adat Dr Safrul Muluk, anggota Bidang Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Adat Mukhlis, anggota Bidang Pustaka dan Khasanah Adat Prof Habiburrahim, serta tiga anggota Bidang Putroe Phang Cut Nyak Dewi Angreni, Nur Asmah dan Dr Chairan M Noer Naim.
Sementara ada tujuh orang yang tidak menandatangani surat tersebut yakni, Ketua Komisi Pemberdayaan Keluarga Perempuan dan Anak Ismaniar, Sekretaris Komisi Pemberdayaan Keluarga Perempuan dan Anak Suriawati Hasballah, Kepala Bidang Adat Istiadar Bahtiar, anggota Bidang Adat Istiadat Marzuki, Kepala Bidang Pustaka dan Khasanah Adat Prof Mujiburrahman, anggota Bidang Pustaka dan Khasanah Adat Dr Akhyar, serta Kepala Bidang Putroe Phang Dr Harbiyah.
Sebagaimana diketahui bahwa, “Gubernur Aceh Muzakir Manaf sudah memerintahkan untuk segera melaksanakan musyawarah pemilihan Ketua defenitif dan pengurus pengganti untuk sebelas anggota MAA yang mengalami kekosongan. Tapi Yusdedi belum juga melaksanakan perintah Gubernur Aceh Muzakir Manaf”, ungkap sumber di Sekretariat MAA.
Polemik di MAA sudah lama terjadi, malah sudah muncul pada masa kepengurusan Badruzzaman Ismail, meski sempat mereda, namun belakangan memuncak kembali setelah pada 14 Agustus 2021 Ketua MAA Prof Farid Wajdi Ibrahim meninggal dunia.
Sejak saat itu Wakil Ketua I Yusdedi dan Wakil Ketua II Syeh Marhaban menjadi pimpinan MAA Provinsi Aceh secara kolektif kolegial, ujar Sumber.
Pada 20 hingga 23 Februari 2022 Digelar Raker MAA di Sabang, dimana Raker itu dibuka langsung oleh Gubernur Aceh Ir Nova Iriansyah ST,MT dan diikuti 68 orang peserta yang terdiri dari 35 orang pengurus MAA Provinsi Aceh, Ketua MAA Kabupaten/Kota sebanyak 23 orang dan 10 orang unsur pimpinan perwakilan MAA.
Pada 15 – 16 Maret 2023 Raker kembali digelar di Grand Nanggroe Hotel di Banda Aceh. Hasil Raker melahirkan 14 rekomendasi untuk disampaikan kepada Pemerintah Aceh, salah satunya terkait penyempurnaan kepengurusan MAA setelah beberapa anggota MAA Provinsi Aceh berhalangan tetap.
Rekomendasi ditandatangani oleh tim perumus yang terdiri dari Dr Bustami Abubakar, M.Hum selaku sebagai Ketua tim perumus, Dr Jamhuri MA (Sekretaris) serta beranggotakan Abdul Hadi Zakarian, Thalib Akbar, Zilmahram, Khairuddin dan dr Chairan M Noer Nain, M.Ag.
Ada tiga raker yang dilaksanakan Majelis Adat Aceh Provinsi Aceh, Namun ironisnya hasil dari tiga Raker tersebut juga tidak dijalankan olehYusdedi dan Syeh Marhaban. Akibatnya lahirlah mosi tidak percaya tersebut, dimana Yusdedi dinilai tidak menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagaimana diamanatkan oleh Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2019 tentang Majelis Adat Aceh.
“Selain tidak menjalankan hasil Raker dan Perintah Gubernur, Yusdedi dan Syeh Marhaban juga dinilai tidak mengindahkan Qanun Nomor 8 Tahun 2019, serta tidak menjalankan kegiatan majelis dan bersikap arogan, sehingga di kalangan anggota majelis sendiri memplesetkan Ketua kolektif kolegial itu menjadi Ketua kolektif kolonial”, ungkap sumber di Sekretariat MAA Provinsi Aceh.[**]